Belakangan publik ramai dihebohkan dengan adanya isu bahwa Kementerian Perhubungan RI melalui KRL Commuter akan memberlakukan tarif KRL berdasarkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) penumpang. Tenu hal tersebut menuai pro dan kontra di antara masyarakat. Banyak masyarakat yang lebih menginginkan perbaikan fasilitas seperti perbaikan eskalator dan toilet serta penambahan jumlah kereta yang beroperasi sehingga menurunkan jumlah kepadatan penumpang di stasiun.
Menurut rm.id, Sejatinya, tarif asli KRL sejak tahun 2022 adalah berkisar di antara Rp10.000 sampai Rp15.000 atau setara dengan tarif MRT Jakarta. Namun, pemerintah memberikan subsidi sehingga penumpang cukup membayar Rp3.000 hingga Rp4.000 saja. Dengan penerapan tarif berdasarkan NIK, maka masyarakat yang masuk ke kategori mampu akan membayar tarif asli tanpa subsidi sedangkan masyarakat yang masuk ke kategori kurang mampu akan membayar tarif asli yang sudah disubsidi.
Menurut hemat penulis, seyogyanya tarif KRL lebih baik dinaikkan menjadi berkisar di antara Rp4.500 hingga Rp6.000. Hal ini berkaca pada beberapa moda transportasi di beberapa daerah yang memberlakukan tarif yang berada pada angka yang penulis usulkan. Salah satunya layanan busway Teman Bus Trans Metro Parahyangan Bandung yang melayani koridor 3D dari Baleendah ke BEC PP, penumpang akan membayar tarif sebesar Rp4.900. Angka tersebut sedikit lebih tinggi dibandingkan tarif KRL dan TransJakarta yang berkisar di Rp3.000an.
Dengan demikian, sudah layaklah tarif KRL (dan juga TransJakarta) untuk dinaikkan, mengingat inflasi yang terus tumbuh walau tumbuh secara perlahan. Mengingat Pemerintah telah mengeluarkan miliar hingga triliun rupiah untuk menyubsidi tarif transportasi yang menjadi tulang punggung kehidupan ibukota.
Referensi:
1. Subsidi Tarif KRL Akan Berbasis NIK, Kemenhub: Masih Wacana (rm.id)
2. Wacana Tarif KRL Berbasis NIK Tuai Pro dan Kontra (beritasatu.com)
0 Komentar