19 November 2022, hari dimana rakyat Malaysia menggunakan hak suaranya untuk memilih siapa wakil rakyatnya dalam sebuah Pemilihan Umum (PRU15) terbesar yang melibatkan banyak partai. Jika pada PRU14 pada 2018 koalisi petahana Barisan Nasional (BN) yang menunjuk Najib Razak sebagai Calon PM bertanding dengan koalisi Pakatan Harapan (PH) yang menunjuk Mantan PM terlama Mahathir Mohamad sebagai Calon PM lalu kemudian dimenangkan PH, pada tahun 2022 koalisi Perikatan Nasional (PN) melakukan debutnya pertama kali dengan menunjuk Mantan PM Muhyiddin Yassin sebagai calon PM yang akan bertanding dengan Anwar Ibrahim yang kini dicalonkan PH sebagai Calon PM Malaysia ke-10 dan PM Petahana Ismail Sabri Yaakob yang diusung BN.
Persaingan tentu tidak hanya terjadi pada masa kampanye saja, tetapi juga terjadi hingga hari pasca pemilu. Karena suara yang terkumpul tidak ada yang mencapai mayoritas. Yang mana jika ingin membentuk Pemerintahan perlu 112 kursi agar dapat terbentuk. Pada PRU15 ini PH mengungguli suara dengan mendapat 82 kursi disusul dengan PN dengan 73 kursi dan koalisi BN yang merupakan koalisi tertua justru mengalami perolehan terburuk yakni hanya mendapat 30 kursi. Sehingga terjadilah huge parliament (parlemen menggantung).
Karena terjadi parlemen menggantung, Raja Malaysia Yang Di-pertuan Agong Sultan Abdullah turun tangan dengan meminta PH dan PN menyetorkan nama calon PM mereka pada Senin, 21 November jam 13.00 waktu setempat yang kemudian diperpanjang 24 jam menjadi keesokan harinya. Setelah tenggat waktu berakhir, Agong menitahkan agar pemimpin PH Anwar Ibrahim dan pemimpin PN Muhyiddin Yassin agar bertemu di Istana Negara pada sore harinya.
Pertemuan itu merupakan pertemuan yang sangat penting mengingat dalam pertemuan tersebut, Agong menitahkan agar kedua koalisi tersebut membentuk Kerajaan Perpaduan (Pemerintahan Persatuan) untuk mengatasi kemelut politik yang terjadi. Namun, Pemimpin PN Muhyiddin Yassin tidak setuju saran Agong yang mungkin jadi penyebab Muhyiddin keluar lebih dahulu dibanding Anwar.
Karena tak kunjung mendapat kepala pemerintahannya, Agong lalu mengundang Raja-raja Negeri Melayu di Malaysia untuk bertemu di Istana Negara dan membahas tentang calon Perdana Menteri ke-10. Setelah pertemuan tersebut, Istana Negara mengumumkan bahwa Anwar Ibrahim akan menjadi Perdana Menteri Malaysia ke-10. Kemudian pada sore harinya, Anwar diambil sumpahnya oleh Agong sebagai PM Malaysia. Sebuah penantian selama 24 tahun bagi Anwar serta melewati 2 kali masuk penjara karena berbagai tuduhan.
Seminggu kemudian, pada 2 Desember 2022 PM Anwar umumkan Kabinet Perpaduan yang terdiri dari BN, Gabungan Parti Sarawak (GPS), dan Gabungan Rakyat Sabah (GRS). Keesokan harinya kabinet tersebut dilantik oleh Agong untuk disahkan menjadi Menteri.
Melalui drama politik yang terjadi pasca PRU15 ini, kita dapat melihat puncak dari krisis politik yang melanda Malaysia sejak tahun 2020 yang mana kita dapat melihat rakyat Malaysia yang mulai mampu memilih yang mana yang bisa membawa negaranya menjadi lebih baik.
0 Komentar